Aku tertegun membaca secarik kertas dari sahabatku.
Kata-katanya mengalir menggetarkan hati ini. Tak kuasa aku menahan tangis,
apakah cintaku itu hanya sekedar nafsu belaka ataukah cinta sejati para
bidadari syurga. Memanglah benar cobaan begitu banyak, cobaan yang sulit dapat
kita lalui dengan begitu mudahnya. Namun, bagaimana dengan cobaan yang mudah
lagi indah, apakah aku yang lemah ini dapat melewatinya.
Linangan air mata kembali aku hantarkan, isak tangis keluar
begitu saja dari kedua bola mata ini. Getaran itu merasuk begitu dalam,
jiwa-jiwa yang kosong ini seakan haus penuh amarah. Aku masih tertunduk menahan
rasa perih didalam dada. Hanya air mata sebagai ungkapan hati seorang wanita
pada umumnya.
**********
Mustami`
Disebuah sekolah Islam, aku pelajari arti agama ini.
Bersusah-susah aku datang setiap sore, bergabung dengan anak-anak rohis aku
jalani juga. Berharap, hati yang kosong akan terisi dengan sinaran cahaya
Robbani. Dengan seksama aku mendengarkan ceramah agama dari seorang Ustadzah,
suaranya menggebu-gebu, layaknya komando perang yang sedang berkoar-koar
merapikan barisannya.
Sore itu cerah adanya, langit seakan tersenyum, menyampaikan
salam untuk para penuntut ilmu. Dibalik lubang langit, layaknya para malaikat
mengintip, memperhatikan seorang remaja tergopoh-gopoh, berlari menuju sebuah
masjid sekolah. Keringat yang bercucuran tak ia perhatikan, hanya satu
tujuannya. Duduk diantara para sahabatnya menggores pena-pena perjuangan.
" Huff...Hufff..."
Tarikan nafasnya terdengar keras. Tarik ulur seperti terkena
penyakit asma. Jilbab panjang dan rok besarnya melambai-lambai diterpa angin.
Udara panas disekitarnya menjadi dingin, sejuk sekali.
" Fani...Fani...tunggu....!!! "
Suara dibelakang menghentikan laju kakinya. Langkahnya
tertahan mendengar suara yang tidak asing baginya. Dia memalingkan wajah dan
tubuh berlawanan dari arah sebelumnya.
" Owhhh..Difa, kukira siapa...Host..Hostt....ayo cepat,
nanti kita keburu terlambat.."
Wanita itu berkata dengan desah nafas terpotong-potong.
Menyuruh teman karibnya agar cepat menyusul. Pemandangan yang biasa dilihat
ditempat itu. Yah, itulah aku dan sahabatku.
**********
Acuh
Namaku adalah Andifa Arina Putri, sering dipanggil Difa oleh
teman-teman sekolahku. Rumahku berada dikota Yogyakarta, kota yang ramai dan
dikunjungi banyak turis lokal maupun manca. Suasana begitu ramai, padat akan
anak-anak sekolah yang berlalu lalang.
Hal yang wajar jika kita berjalan menyusuri jalanan-jalanan
kota Yogyakarta. Andong dan tukang becak berada dipinggir jalan, bersama
orang-orang penjual jajan. Rupanya, udara panas tak membuat mereka beranjak
dari tempat itu. Aktivitas mereka terus mereka lakukan untuk penghidupan sanak
famili.
Aku masih berdiri disebuah halte, menunggu Bus Way yang akan
mengantarkan ke sekolahku. Aku begitu semangat hari ini, akan ada pembentukan
panitia perpisahan disekolah. Rencananya, anak-anak rohis akan ikut andil.
Berpidato dan berpuisi menggunakan bahasa arab. Sedangkan aku, akan melantunkan
sebuah nasyid bersama rekanku satu group.
Tak lama kemudian Bus Way datang, secepat itu pula aku naik.
Aku sudah tidak sabar menghampiri teman-temanku berlatih lantunan lagu syahdu.
Benar-benar hobby, mendengar dan bernyanyi ala group nasyid papan atas.
Sebagai seorang wanita, kami terlihat berbeda dengan anak
rohis pada umumnya. Para akhwat sering menyukai lagu melo, keromantisan dan
keharmonisan. Sedangkan aku dan teman karibku itu, sangat menyukai lagu
perjuangan.
Aku duduk dibangku paling depan, disamping kiri pak supir,
tepat dibelakang pintu depan keluar masuk penumpang. Tiba-tiba sesosok
laki-laki tersenyum menatapku. Awalnya aku tak menghiraukannya, acuh dengan
segala tingkahnya.
" Mau ke sekolah ya Fa...??"
Aku berpikir sejenak. Kira-kira siapa laki-laki itu. Mengapa
bisa mengenal hal ikhwal namaku ini. Aku masih terlihat acuh, melihat kedepan
bukan berarti aku jual mahal. Tak sedikitpun aku menoleh, menjawab
pertanyaannya.
Namun laki-laki itu tidak patah semangatnya, ia kembali
bertanya dengan pertanyaan yang serupa. Lama kelamaan otak ini judeg juga,
dengan sewot aku menjawab.
" Iya..emangnya kenapa ? "
Ia terdiam, terlihat disebuah kaca pak supir wajahnya agak
muram. Aku tak menghiraukan laki-laki itu, lalu turun didepan sekolah. Berjalan
menuju ruang anak-anak rohis.
**********
Sambut Pepisahan
Setelah beberapa lamanya kami belajar, tibalah hari
bersejarah itu. Hari pelepasanku bersama teman-teman satu angkatan. Aku
merupakan senior rohis, tiap tahunnya aku tampil didepan mewakili teman-teman.
Kali ini pun juga, ini adalah moment yang terakhir kalinya aku tampil di
panggung sekolah.
Suasana yang sepi sekarang sudah ramai oleh siswa dan wali
murid. Guru-guru dan staf lainnya sudah terjejer rapi duduk paling depan. Acara
yang pertama adalah penampilan syair dan puisi, sebagai selingan menunggu tamu
undangan lainnya. Kemudian, penampilan dari anak-anak teater, mereka sangat
unik dan lucu, hingga tak kuasa aku menahan tawa.
Setelah dirasa cukup, akhirnya acara resmi dimulai. MC
membacakan susunan-susunan acara yang akan kami lalui. Pembacaan ayat suci
beserta artinya, dibacakan dengan indah oleh sahabatku, Fani. Dia adalah Qori`
disekolahku. Pernah menghantarkan sekolah ini ketingkat nasional.
Kecantikannyapun tak kalah luar biasa, bukan hanya kecantikan rupa, melainkan
budi pula.
Anaknya begitu lembut dan sopan. Kata-katanya tak pernah
menyinggung atau menyakiti orang lain. Pastilah orang akan nyaman didekatnya.
Gembira sekali aku menjadi sahabat sejatinya. Kemana-mana selalu bersama,
layaknya dua mata koin yang saling menyatu.
Banyak sekali laki-laki yang tunduk dan menyatakan cinta
kepadanya. Namun dia jawab dengan bijaksana. Entah memakai jurus apa, sehingga
laki-laki yang ditolaknya tidak bersakit hati.
Acara sambutan mulai menyusul, sambutan dari kepala sekolah,
perwakilan wali murid dan yang terakhir adalah perwakilan siswa.
" Assalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh.."
Aku terkejut mendengar suara laki-laki itu, sepertinya aku
pernah mendengarnya baru-baru ini. Aku terus berpikir mencari sebuah jawaban.
" Ya Alloh....!!! "
Suaraku terdengar keras, mengusik ketenangan wali murid
disekitar tempat dudukku. Ternyata laki-laki itu adalah sosok laki-laki yang
tempo hari aku cuekin didalam bus. Laki-laki itu adalah dambaan akhwat
disekolahku. Lelaki alim yang selama ini aku puja pula. Tak mungkin hati ini
berbohong, walau terpendam begitu dalam. Namun, karena tak mungkin aku pacaran,
akupun tak pernah membahasnya.
Aneh memang, hingga dia turun dari podium, tatapan mataku
masih mengikuti langkah kakinya. Benar-benar aku tersihir, apakah dia jelmaan
makhluk cantik bernama malaikat.
**********
Sepercik Rindu
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun akhirnya aku masuk
disebuah Universitas besar di Yogyakarta, Universitas Gajah Mada. Aku tak
pernah putus dengan medan dakwah. Halaqoh-halaqoh dan pengajian umum tetap aku
ikuti. Hingga akhirnya aku sendiri yang disuruh mengisi, mendampingi adik-adik
tingkatku.
Awal berdakwah begitu berat, bermusuhan dengan temanku
sendiri karena beda faham. Ditambah menangani adik mentor yang selalu
membangkang. Tak pernah mendengarkan materi yang aku sampaikan, malah pernah
bermesraan ria dihadapanku dengan pacarnya yang bule. Begitu kesal dan risih
hatiku ini.
Namun, selang beberapa lamanya, Alloh menyadarkan adik
mentorku itu, memanglah hidayah hanya Alloh yang memberikan. Kita hanya disuruh
berdakwah, bukan memberi hidayah.
Suasana yang berat sekarang serasa ringan, apalagi melihat
adik-adik mentor sudah banyak perubahan. Banyak diantara mereka yang akhirnya
memakai pakaian menutup aurat keseluruhan. Memakai pakaian longgar dengan
jilbabnya yang besar-besar. Sungguh pemandangan yang indah.
" Assalamu`alaikum Ukhti..."
Suara salam mendadak menyadarkanku dari lamunan.
" Wa`alaikumussalam warah matullah...."
Aku memalingkan muka kearah suara. Terlihat sesosok wanita
cantik berbalut jilbab yang begitu anggun mempesona. Tubuhnya tinggi semampai
layaknya peragawati, namun dia lain, dia lebih dari itu karena kemuliaan dan
ketaatannya kepada Alloh, itulah cantiknya yang luar biasa. Inner Beauty, kata
anak-anak halaqoh waktu itu.
Aku terharu dengan kedatangannya, aku peluk dan ciumi dia.
Sudah 3 tahun lamanya aku tak bertemu. Sahabat karibku diwaktu SMA dulu,
sahabat cantik yang selalu menemaniku dikala senang maupun lara. Sahabat beribu
pesona yang tak pernah menyakiti sebuah hati. Mata ini tak kuasa menahan haru,
perasaan tak dapat tertulis oleh kata-kata. Hanya linangan air mata,
iya..lagi-lagi linangan air mata kebahagiaan diantara dua sahabat. Aku dan
Fina.
Cukup lama aku berada dipelukannya, sampai tak sadar kalau
ada orang lain disisinya. Seorang laki-laki dengan paras tinggi dan tampan.
Memakai baju koko berwarna putih bersih. Jenggotnya tidak begitu tebal, namun
tak menghilangkan kegagahannya.
Belum sempat aku bertanya siapakah laki-laki itu, mereka
berpamitan kepadaku.
" Ukht, afwan ana duluan yah..mau jenguk Bu Lek dirumah
sakit.!"
" La batsa Ukht, tapi jangan lupa, nanti sore datang
kerumahku "
Dia mengucapkan salam, berlalu dari hadapanku bersama
laki-laki itu seraya tersenyum. Senyumnya bagaikan kuncup bunga mawar yang
sedang merekah. Lemparan senyum yang selama ini aku rindu.
**********
Seribu Duga
Pertemuan itu membuka kenangan lamaku, kenangan disebuah Bus
Way, kenangan ketika acara perpisahan, kenangan yang sulit aku lupakan. Lama
aku menunggu kehadiran temanku itu. Sejuta pertanyaan sudah aku siapkan.
Layaknya seorang polisi mengintimidasi pengendara motor yang kena tilang.
Dua hari lamanya aku menunggu, waktu itupun tiba. Ia
mengendarai sebuah motor matic berwarna putih. Serasi sekali antara pengendara
dan kendaraannya, ditambah kerudung berwarna cream yang ia pakai. Aku memang
selalu mengagumi sosok wanita iti. Namun, kali ini dia sendirian, tidak bersama
laki-laki itu.
" Assalamu`alaikum.."
" Wa`alaikumusslam.."
Aku menyambutnya dengan begitu hangat. Sesekali kami
bercanda, memecah kerinduan yang belum lama ini sedikit terobati. Bercerita
tentang kenangan dimasa lau, bercerita tentang aktivitasnya yang padat dinegeri
sana. Bahkan pernah ditawari beasiswa S2 dan S3 ketika dia lulus nanti.
Benar-benar sukses wanita ini.
" Oia Ukht, ada titipan.."
Seraya mengeluarkan selembar kertas kecil berwarna merah.
" Datangyah keacara walimatul `ursy ana.?"
Aku kaget juga bahagia mendengarnya. Kini wanita itu telah
menemukan belahan jiwanya. Seperti apakah laki-laki yang dapat meluluhkan hati
wanita ini. Pastilah dia begitu bahagia mendapatkan wanita yang cantik dan
sholehah ini, pikirku dalam hati.
**********
Pertemuan
Aku datang menuju acara temanku. Dia semakin cantik hari
itu. Benar-benar mempesona, daya pikatnya begitu kuat. Namun, dia hanya
tertunduk malu, tak mau memperlihatkan wajahnya. Hanya aku yang tau, karena dia
sempat menemuiku diruang tamu.
Acara demi acara dilalui dengan lancar. Dia terlihat bahagia
karena telah menikah. Tak lama aku memperhatikan acara itu. Mataku tertuju
kepada seorang yang aku kenal. Dialah laki-laki yang pernah aku ceritakan tempo
dulu. Dan lebih heranya lagi, dialah sosok yang baru aku temui kemarin. Sosok
baju koko yang menawan bersama sahabat karibku.
Setelah pulang, aku kembali termenung. Rindu hati ini ingin
menyusul temanku itu. Siapa sosok laki-laki itu sebenarnya, sudahkah dia
menikah, seribu praduga kembali aku layangkan.
Malamnya aku berdo`a penuh harap,
" Ya Robbi ampunilah hamba, hamba tak kuasa menahan
perasaan yang bertahun-tahun lamanya dan menyakitkan ini. Hidup sendiri
layaknya seorang asing dinegeri sendiri. "
" Yaa Robbi.....Hamba takut hati ini semakin terkotori.
Ijinkanlah hamba-Mu mendapatkan penyejuk hati....tuk mengiringi perjuanganku
nanti "
**********
Surat Sahabat
Negeri Seberang, 05 April 2010
Assalamu`alaikum wr.wb
Ukhti Difa tersayang,
Maafkan aku atas keterlambatan surat balasan ini. Dua bulan
lamanya aku tak kasih kabar janganlah kau ambil ini sebagai kebencian
terhadapku, hingga tak ingin bertutur sapa denganku lagi. Seribu pertanyaan
yang pernah kau tulis, baru sempat aku jawab. Karena kau tau wahai sahabatku,
sebelum suratmu datang aku sudah dinegeri seberang, bersama suamiku dimedan
juang.
Dua bulan lamanya setelah aku menikah, negara tempat kami
pindah dibombardir musuh Alloh. Suamiku harus menegakkan pedangnya, bersembunyi
dilorong-lorong sempit gelap gempita. Tidur, makan dan segala keperluan tak
dapat dipersiapkan seperti dirumah sebelumnya. Kamu pasti tau duhai sahabatku,
aku setia menunggunya, hingga datang sebuah kabar ketika ajal menjemputnya.
Alloh begitu sayang dengan suamiku.
Wahai sahabatku, linangan air mata inipun jatuh atas
suratmu. Orang yang selama ini engkau puja adalah suamiku. Orang yang selama
ini engkau cintai adalah suamiku. Dan orang yang selama ini engkau idam-idamkan
adalah suamiku. Suami dari sahabat karibmu ini, yang telah dahulu menerima ajal
dimedan juang. Maafkan atas kesalahan kami, tak perlu kau balas surat ini
karena akupun akan menyusul menjemput ajal. Berperang membunuh kaum kuffar.
Wahai sahabatku, sekian lama kita bersama dikala suka dan
duka berjuang dijalan ini. Ingatkah kau pesan Ustadzah kita untuk selalu
menjaga hati dan memperbaharui iman kita. Ingatpulakah engkau sebuah catatan
dari kita semasa kita ngaji dulu. Kenapa kita harus menjaga hati kita agar
tidak kotor bercampur fitnah dan dosa yang keji, mengapa kita yang sudah
beriman diperintahkan oleh Alloh SWT untuk memperbaharui iman kita.
Engkau pastilah ingat dan paham akan makna yang terkandung
didalamnya. Semasa dulu aku sebenarnya iri akan dalamnya ilmu dan kepahamanmu.
Semangat dakwah yang begitu tinggi dan agung kini mengalir bersama darahku.
Memanglah jalan yang kita lalui sepanas bara api yang siap mengupas kulit dan
daging-daging kita. Jangan tertipu dengan indahnya emas juga berlian. Janganlah
tertipu kenikmatan serta kelezatan dunia yang fana ini. Jadikan dunia sebagai
kendaraan dan janganlah kau jadikan dunia ini sebagai tujuan.
Untuk yang terakhir kalinya, ingatlah akan firman Alloh
`Azza Wajalla, " “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin
diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.”
( QS. Attaubah ayat 111 ).
Wassalamu`alaikum wr.wb
Sahabat Karibmu,
Rafani Az-Zahra
**********
Terasa hanya sekian detik semua itu terjadi…
Aku dipaksa bangun dari sesuatu yang kukira nyata…
Aku salah!
Sungguh-sungguh salah!
Uluran tangan kemarin hanya semu yang memang tak bisa dan
tak mungkin untuk diraih..
Seruan cinta dan rindu kemarin hanyalah suatu
bisikan-bisikan ghaib..
Aku tak bisa meraih mereka…
Aku tak bisa mendapatkan cinta mereka yang nyata…
Dan semuanya harus kuakhiri dengan duka…
Cerita indah itu sudah tamat…
Semua asa telah hancur tanpa tersisa…
Damainya jiwa hanya sebuah fatamorgana semata..
Siapalah aku sekarang ini?
Perindu teman sejati yang bodohnya setengah mati!
Pengemis cinta dari makhlukNya yang tak pernah bisa memberi
arti..
Wahai sang pemimpi tak tahu diri!
Bangunlah dari buaian tidur panjangmu…
Sadarlah dari mimpi indah yang melenakan itu…
Itu semua hanya keindahan dan kebahagiaan semu…
Akhirilah semua dan kembalilah pada kehidupan nyatamu yang
beku!
Kala cinta enggan menyapamu…
Kala rindu pun tak sudi menghampirimu…
Terimalah itu sebagai takdir yang tak bisa kau tolak..
Itulah jalan kehidupan yang mau tak mau harus kau terima…
Maka belajarlah menghadapi kehidupan ini sendiri…
Karena kelak akhir hidupmu pun akan berakhir sepi…
Hidup tak selamanya harus riuh dengan suara-suara manusia…
Pelangi itu telah pergi…
Tak mau lagi mewarnaiku dari mendungnya hati…
Tak sudi lagi menemaniku di kala sepi…
Sekarang aku harus berjalan sendiri..
Menjadi pengembara untuk menjelajahi bumi…
Entah dimana akhir perjalananku ini…
Apakah akan berakhir hidup
Atau…..mati!
Catatan Dua Sahabat
0 komentar:
Posting Komentar